Banda Aceh - Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Dakwah Fakultas (UKM-LDF) Al-Mudarris FKIP Unsyiah menggelar seminar nasional bertajuk "Membentuk Generasi Muda Islam dalam Mewujudkan Aceh Madani". Acara ini berlangsung di Auditorium Lantai III FKIP Unsyiah, Sabtu (9/4/2016).
Pematerinya Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Prof Dr H Syahrizal Abbas MA, Kepala Humas Unsyiah Dr ret nat Ilham Maulana, dan Kadisdikpora Banda Aceh Syaridin SPd MPd yang pada kesempatan itu mewakili Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE.
Dalam presentasinya berjudul "Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Mewujudkan Aceh Madani", Syaridin menyebutkan, sesuai dengan semangat penerapan Syariat Islam secara kaffah, pendidikan karakter di bangku sekolah yang ada di Banda Aceh lebih ditekankan pada pembentukan akhlakul karimah para siswa.
Menurutnya, desain induk pendidikan karakter anak berlangsung pada tiga tempat yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. “Yang paling utama dan bertanggungjawab dalam pembentukan karakter anak adalah kedua orangtuanya yang dimulai sejak anak di dalam kandungan hingga masa menyusui selama dua tahun pertama. Keluarga adalah fase pendidikan karakter paling penting.”
“Saat anak berusia tujuh tahun dan memasuki bangku sekolah, baru terlihat karakter dasar si anak. Mulai saat itu pula, guru di sekolah ‘meluruskan’ yang belum baik hingga si anak mampu menamatkan pendidikannya dengan memiliki karakter diri yang baik pula,” sebut alumni FKIP Unsyiah Prodi Pendidikan Fisika ini.
Berdasarkan kurikulum pendidikan nasional saat ini, sebutnya lagi, pendidikan karakter bagi para siswa ditanamkan dalam semua mata pelajaran. “Ada 18 nilai yang diajarkan, antara lain religius, kejujuran, toleransi, dan yang terakhir tanggung jawab,” katanya seraya meyebut masyarakat sipil, pemerintah, dan media massa turut berkontribusi dalam pembentukan karakter anak didik.
Ia menjelaskan, individu-individu berkarakter yang dilandasi ke-18 nilai pendidikan karakter inilah yang nantinya akan membentuk masyarakat berkarakter. “Masyarkaat berkarakter itu setidaknya harus memiliki empat konfigurasi nilai-nilai sosial-kultural-psikologi yakni kemampuan olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa.”
Dan untuk mewujudkan Aceh yang Madani, sambungnya, tentu harus didukung dengan masyarakatnya yang madani pula. “Masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadaban, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ungkapnya.
“Ciri-ciri masyarakat madani antara lain warganya cerdas, demokratis, religius. Selanjutnya bercirikan Imtaq, kritis argumentatif, kreatif, dan dapat menerima semangat perbedaan,” ungkapnya lagi.
Ia menambahkan, salah satu upaya pihaknya dalam mewujudkan visi Banda Aceh Model Kota Madani yang telah dicanangkan Pemko Banda Aceh, adalah dengan meluncurkan program pendidikah diniyah pada sekolah umum untuk semua jenjang. “Sudah kita terapkan mulai dari tingakt SD hingga SMA sejak 2011. Materi pendidikannya yakni pengetahuan agama Islam yang mencakup seluruhnya -di luar kurikulum pendidikan nasional.”
“Anggaran yang dibutuhkan untuk program pendidikan diniyah yang digelar dua kali seminggu pada sore hari ini, 100 persen kita bebankan pada APBK Banda Aceh. Total tenaga pengajarnya berjumlah 477 ustaz dan ustazah yang kita rekrut dari dayah dan pesantren ditambah guru pada sekolah masing-masing,” katanya.
Di samping materi pendidikan yang diberikan, ditambah pelaksanaan kajian Islam dan dakwah umum rutin bagi siswa dan guru, hal-hal lain yang menjadi fokus perhatian Disdikpora Banda Aceh adalah menciptakan budaya sekolah yang islami, lingkungan bersih, hijau dan nyaman, pemenuhan sarana ibadah, hingga memastikan seragam siswa-siswi yang sesuai dengan nilai-nilai islami dan kearifan lokal.
Menjawab pertanyaan salah satu peserta terkait keefektifan dan evaluasi terhadap program pendidikan diniyah di Banda Aceh, Syaridin menyebutkan dalam menjalankan program tersebut pihaknya bekerjasama dengan pihak Dinas Syariat Islam (DSI), MPU, dan Kankemenag RI. “Kami yang menjalankan, sedangkan evaluasi hasil dilakukan oleh DSI dan MPU.”
“Salah satu hasil konkrit yang sudah dicapai yakni meningkatnya persentase anak-anak kita yang mampu membaca Al-Quran. Sebelum penerapan pendidikan diniyah, hanya 62 persen siswa SD hingga SMA di Banda Aceh yang mampu membaca Al-Quran. Pasca penerapan program diniyah, pada 2014 lalu angkanya naik menjadi 89 persen,” ungkapnya.
Pemko Banda Aceh, sebut Syaridin, saat ini juga tengah mengembangkan program Hafiz (Penghafal) Al-Quran di bangku sekolah. “Baru-baru ini kita luncurkan di SMPN 4 Peunayong. Berita yang menggembirakan lagi, tahun ini ada 10 siswa-siswi kita yang akan lulus SMA dengan kemampuan menghafal Al-Quran 30 juz,” pungkasnya.
Acara yang dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unsyiah Dr Ir Alfiansyah Yulianur BC tersebut, turut dihadiri oleh Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FKIP Drs Wildan MPd, Ketua BEM FKIP Unsyiah Sibghatullah Arrasyid, dan sejumlah tamu undangan lainnya, serta ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas di Unsyiah. (Jun)